PESAWARAN – Sebuah protes keras dilayangkan keluarga pasien terhadap Rumah Sakit (RS) Pesawaran, Lampung. Diduga, pemberian obat tanpa penjelasan dan pelanggaran terhadap surat penolakan perawatan menyebabkan pasien stroke (73) yang semula membaik, justru mengalami kejang hingga kritis.
Ibu pasien ” H ” awalnya mengalami sakit perut parah (mencret dan mual) di rumah. Pengobatan mandiri tak membuahkan hasil. Keluarga membawa ibu ” H ” asal Desa Pampang, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung mereka membawa ke IGD RS Pesawaran. Keluhan utama yang disampaikan hanya mual dan mencret. Keluarga secara tegas menyatakan tidak memerlukan penanganan untuk riwayat stroke yang sudah diderita ibu ” H ” selama 3 tahun.
Kami membawa ibu ke RS Pesawaran pada hari Rabu malam kamis tanggal 23 juli 2025
Setelah 2 hari dirawat, kondisi ibu ” H ” membaik secara signifikan. Dokter menyatakan ibu sudah 90% sehat dan direncanakan pulang pada hari ketiga. Pada malam hari ketiga, perawat memberikan obat tambahan berupa suntikan dan 2 tablet tanpa penjelasan apapun ( edukasi ) kepada pihak keluarga tentang jenis, tujuan, atau kandungan obat tersebut.
15 Menit Setelah Obat diberikan ke pasien, lalu mengalami kejang hebat hingga kondisi kritis. Tim dokter berhasil menstabilkan kondisi, tetapi dampaknya parah pasien menjadi linglung, lemas ekstrem, dan kehilangan keceriaannya.
Setelah kejadian di malam ke 3 dalam edukasi nya menjelaskan saya tidak tau kalau ibuk ” H ” alergi untuk obat kalium kami yang jaga malam ini melanjudkan rekomendasi yang fisit pagi di hari ke 2, kita sama – sama berusaha supaya ibuk ” H ” untuk normal kembali. Terang nya
Pelanggaran Penolakan Tertulis Trauma atas kejadian itu, keluarga secara resmi menandatangani surat penolakan pemberian obat saraf apapun (suntik/tablet) mulai malam keempat. Namun, saat pulang di hari keenam, keluarga terkejut menemukan obat berlabel KSR ( Kalium Klorida ) dalam resep yang diduga kuat adalah obat saraf, bertentangan dengan penolakan tertulis mereka.
“Kami sangat trauma dan kecewa,” tegas salah satu anggota keluarga kepada media. “Di malam ketiga, obat apa yang diberikan hingga menyebabkan ibu kejang kritis? Mengapa tidak ada penjelasan? Ini kelalaian informasi yang fatal!,”.
“Lebih parah lagi, surat penolakan obat saraf yang kami tanda tangani diabaikan. Masih ada obat yang diduga obat saraf di resep pulang. Ini pelanggaran prosedur dan hak pasien yang sangat serius, tambahnya dengan nada tinggi. Ibu kami yang tadinya sudah ceria dan membaik, kini linglung dan lemas tak seperti diri sendiri. Siapa yang bertanggung jawab?,”.
Pihak keluarga sangat menyangkan atas tidakan RS pesawaran yang tidak memberikan penjelasan atau edukasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan ataupun pemberian obat kepada pasien, karna menurut kami yang awam tentang pengobatan, seharus nya seorang dokter itu lebih tau dampak dari obat tersebut karna ilmu kedokteran itu bukan ilmu raba- raba tapi melanyin kan ilmu pasti. Tegas nya
Tuntutan dan Pertanyaan Kritis terkait adanya transparansi Obat, Keluarga menuntut RS Pesawaran mengungkap secara detail jenis, komposisi, dan alasan medis pemberian obat “misterius” yang diduga memicu kejang kritis tersebut.
Pertanggungjawaban Insiden, Investigasi menyeluruh terhadap insiden kejang pasca pemberian obat dan penurunan drastis kondisi pasien.
Klarifikasi dan tindakan disiplin atas pemberian obat tanpa penjelasan (pelanggaran informed consent) dan pengabaian surat penolakan obat saraf yang sah. Dampak Malpraktik Apakah ada unsur kelalaian (malpractice) dalam penanganan kasus ini?
Hingga berita ini diterbitkan , manajemen RS Pesawaran belum memberikan pernyataan resmi menanggapi protes keras dan tuntutan keluarga ini. Publik menunggu klarifikasi dan langkah konkrit rumah sakit terkait dugaan pelanggaran prosedur dan penurunan kondisi pasien yang dramatis ini.
Kasus ini menyoroti pentingnya hak pasien untuk mendapatkan informasi jelas tentang setiap tindakan medis dan obat yang diberikan (informed consent), serta kewajiban rumah sakit untuk menghormati secara mutlak penolakan perawatan tertulis dari pasien/keluarga. Keterbukaan dan akuntabilitas RS Pesawaran kini diuji.