Bandar Lampung, 14 Maret 2025 – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Trinusa DPD Lampung berencana menggelar aksi unjuk rasa di kantor Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandar Lampung. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap dugaan korupsi dan ketidakoptimalan dalam pengelolaan pajak daerah, khususnya terkait pemanfaatan *tapping box* dan pendataan pajak reklame serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sekretaris Jenderal LSM Trinusa Provinsi Lampung, Faqih Fakhrozi, menyatakan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah indikasi ketidakoptimalan dalam pengelolaan pajak daerah oleh BPPRD. “Kami menemukan beberapa masalah serius dalam pengelolaan pajak daerah, terutama terkait pemanfaatan *tapping box* dan pendataan pajak reklame serta PBB. Hal ini berpotensi merugikan keuangan daerah,” ujar Faqih dalam keterangan persnya, Jumat (14/3/2025).
**Pemanfaatan Tapping Box yang Belum Optimal**
Berdasarkan data yang dihimpun LSM Trinusa, BPPRD Kota Bandar Lampung pada tahun 2023 menganggarkan penerimaan pajak daerah sebesar Rp620,195 miliar, namun realisasinya hanya mencapai Rp546,953 miliar atau 88,19% dari target. Meskipun beberapa jenis pajak seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan menunjukkan realisasi di atas 100%, namun terdapat indikasi ketidakakuratan dalam pelaporan pajak.
Salah satu masalah utama yang diungkap adalah pemanfaatan *tapping box* yang belum optimal. Alat ini seharusnya digunakan untuk merekam transaksi usaha secara real-time guna memverifikasi laporan pajak yang disampaikan oleh wajib pajak. Namun, berdasarkan pemeriksaan, terdapat 93 wajib pajak yang menyetorkan pajak lebih rendah dari nilai transaksi yang terekam di *tapping box* dengan selisih mencapai Rp3,445 miliar. Sebaliknya, 218 wajib pajak lainnya menyetorkan pajak lebih tinggi dari nilai transaksi yang terekam, dengan selisih mencapai Rp7,479 miliar.
Faqih menjelaskan, ketidakakuratan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan alat, kesalahan input data oleh kasir, gangguan teknis, dan ketidaklengkapan data yang dikirim oleh wajib pajak. “BPPRD seharusnya lebih ketat dalam memverifikasi data *tapping box* sebelum menerima laporan pajak dari wajib pajak. Namun, hal ini tidak dilakukan secara optimal,” tegasnya.
**Pendataan Pajak Reklame yang Tidak Lengkap**
Selain masalah *tapping box*, LSM Trinusa juga menemukan bahwa 58 objek pajak reklame di wilayah UPT Kecamatan Bumi Waras belum terdaftar dalam data induk wajib pajak. Padahal, objek-objek tersebut memiliki potensi penerimaan pajak sebesar Rp41,6 juta. “Ini menunjukkan ketidakoptimalan dalam pendataan dan pengawasan oleh BPPRD,” ujar Faqih.
Kendala lain yang dihadapi adalah lokasi kantor pusat wajib pajak yang mayoritas berada di luar Bandar Lampung, sehingga proses pendaftaran objek pajak reklame membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun, Faqih menegaskan bahwa hal ini tidak boleh
menjadi alasan bagi BPPRD untuk mengabaikan potensi penerimaan pajak.
**Data PBB yang Tidak Valid**
LSM Trinusa juga menemukan bahwa 126 Nomor Objek Pajak (NOP) PBB di Kota Bandar Lampung memiliki data yang tidak valid. Sebanyak 65 NOP memiliki luas bumi lebih dari 0 meter persegi tetapi tidak dikenakan NJOP Bumi, 10 NOP memiliki luas bangunan lebih dari 0 meter persegi tetapi tidak dikenakan NJOP Bangunan, dan 51 NOP memiliki luas bumi dan bangunan 0 meter persegi. “Data yang tidak valid ini berpotensi menyebabkan penetapan PBB yang tidak akurat,” kata Faqih.
*Tuntutan LSM Trinusa**
LSM Trinusa menuntut BPPRD Kota Bandar Lampung untuk segera melakukan perbaikan sistem pengelolaan pajak daerah, termasuk optimalisasi penggunaan *tapping box*, pendataan ulang objek pajak reklame, dan validasi data PBB. “Kami juga mendesak pemerintah kota untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja BPPRD dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai atau melakukan korupsi,” tegas Faqih.
Aksi unjuk rasa rencananya akan digelar pada pekan depan di depan kantor BPPRD Kota Bandar Lampung. LSM Trinusa berharap aksi ini dapat mendorong pemerintah kota untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan daerah. (Red)